Senyum Suamiku yang manis sebuah Anugerah yang berujung Fitnah . .
Senyum tak ubahnya seperti bunga. Mudah merekah dimanapun ia
suka, tak peduli dengan keadaan sekitar. Apakah ada yang terpesona, atau
sebaliknya. Namun Bunga tetaplah bunga, keindahannya bisa menggoda.
Hampir tak ada wanita sebahagia Amel sebulan sudah ia
melangsungkan pernikahan. Bunga- bunga pesona bulan Madu masih sangat terasa.
Indah, Maha Agung Engkau, ya Allah. Yang telah melimpahkan nikmat tak hingga.
Begitulah perasaan Amel saat mengingat hari-hari bahagianya.
Jodoh memang rahasia Allah yang tak terduga. Kesan itu
begitu kuat buat Amel. Bayangkan,tak pernah seikitpun Amel berharap dapatkan
dia, jangankan melakukan gerilya, seperti telepon-teleponan, lirik-lirikan,
surat-suratan. Kenal pun tidak, kalau saja Amel gerilya, naudzubillah min dzalik, ia yakin dengan seyakin-yakinnya tidak
akan sukses dengan seperti itu, semua adalah anugerah Alla SWT, Subhanallah.
Ia di jodohkan Allah dengan pria terbaik yang pernah ia
kenal. Suaminya bukan hanya Shalaeh dan Pintar, tapi luar biasa Ganteng. Kalau
di buat perbandingan, kesenjangannya memang cukup renggang, kalau memang tak
mau di bilang jauh. Angkanya sekitar tiga puluh untuk Amel dan Sembilan puluh
untuk suaminya. Angka itu tak pernah terbalik sekalipun dan dari sudut manapun.
Ada satu hal yabg membuat Amel selalu terbayang-bayang sosok suaminya. Dan
satu hal itulah yang bikin kesan mendalam saat berkenalan dengan suaminya.
Senyumnya itu, Lho ! begitu khas dan menggoda, Astagfirullah !
Amel masih mengenang bagaimana ia harus bertarung saat perkenalan. Belum pernah ada
pertarungan sehebat itu bagai Sasuke lawan Naruto tuh hehe. Di hadapannya,
tampil sebuah senyum yang insya Allah, akan jadi miliknya. Tapi, ia paham
sekali kalau itu belum halal, senyum itu terus menggoda. Memancing Mata dan
Hati Amel untuk menatap. Tapi, Imannya terus menahan. Saat itu, ia hampir lupa
karena bingung mau bilang Astagfirullah atau Subhanalllah ! senyum itu
benar-benar menguji Iman.
Kini, senyum yang penuh pesona itu bernilai lain buat Amel.
Tidak lagi menjadi Anugerah dan kebanggaan. Tapi, justru jadi fitnah dan Ujian.
Lho, kok?
Beberapa hari terakhir, Amel di bikin gelisah, penyebab
sebenarnya sederhana, senyum ramah suaminya kadang di anggap lain buat sebagian
Wanita. Nyaris tak ada pengecualian hampir sama saja antara yang berbusana
muslimah dengan yang tidak. Mungkin karna ini masalah fitrah. Tarikannya bisa
menyeluruh. Tanpa kenal status dan golongan, semuanya bisa tergoda.
Pernah ketika ia dan suaminnya berkunjung kerumah paman,
sepupunya bikin komentar. “Mel, suamimu menarik ya ?” Amel Cuma diam. Ia
menatap tajamsepupunya yang masih kuliah. Sementara, yang ditatap masih asyik
memandang suami Amel yang sedang beramah tamah dengan Paman. Dalam tatapan itu,
sebenarnya Amel menyembunyikan protes. “Aduh, anak ini, teganya bilang begitu
di depan saya,” suara Amel dalam hati. Suasana yang tadinya menyenangkan, jadi
hilang seketika. Amel benar-benar gelisah.
Pernah juga Amel di bikin Kaget oleh Adik kandungnya
sendiri. Adiknya yang juga berkerudung senyum-senyum ke Amel, sang kakak yang
sudah tahu aneka senyum yang terlontar dari mulut Adiknya langsung menangkap
sebuah Isyarat. “Kamu kenapa?” yang di tanya bukannya menjawab malah tambah
senyum-senyum. “Nggak Cuma . . .” jawab si Adik. “Cuma apa?” seru Amel. “Hmm,
kakak sangat beruntung ya...”ucapnya.
Spontan saja, naluri wanita Amel terusik. Tapi, ia berusaha
tenang. “untung kenapa?” tanya Amel menimpali. “Hmm.. pokoknya beruntung deh..”
ucap sang Adik agak Malu. “Maksud kamu suami kakak” tanya Amel memancing. “iya
jarang lho, kak, dapet yang kayak gitu” ucap sang adik tiba-tiba,
Aih-aih, Amel jadi tambah rungsing, Ia paham sekali sifat
adiknya itu. Pemalu dan sulit peduli dengan mahluk di sekitarnya. Sang adik
hanya ingin ngomong kalau sudah sangat
perlu bin penting. Omongannya tadi menandakan kalau ia sudah menahan sedemikian
kuat tentang isi hatinya yang selama ini tersembunyi .tapi,akhirnya tak kuat juga.dan
itu karena Amel dan suaminya sama-sama tinggal serumah dengan keluarga. Termasuk,sang
adik.
Amel benar-benar di bikin bingung.
Tetap tinggal nyampur dengan keluarga, kasihan Sama adik.Amel khawatir, kejernihan
mata hati adiknya akan terus terusik. Konflik batin adiknya akan kian menjadi. Pertarungan
akan semakin hebat, antara malu seorang muslimah dengan kenyataan fitrah
seorang wanita.
Tapi, kalau mesti pindah urusannya
juga bukan tanpa cabang, pasalnya, Amel anak sulung dan Ayahnya sudah lama
meninggal, Ia tidak tega meninggalkan Ibunya berjuang sendiri. Sementara, adik-adiknya
masih butuh perhatian dan biaya. Dua pilihan yang teramat sulit.
Kalau sudah begitu, Amel kadang
punya pikiran usil. “Aduh, gimana kalau suamiku pakai cadar saja ya? Kan jadi
gak keliatan senyumnya.” Ucap Amel membatin, senyumnya pun mengembang,
menghibur hatinya yang gak karuan.
Sebenarnya masalah itu sih belum seberapa,
masih ada kekagetan lain yang tidak kalah heboh. Dan itu terjadi hanya
berselang sepekan. Setelah pesta pernikahannya.
Waktu itu, suami Amel sedang
berada di kantor. Tiba-tiba, ada seorang wanita berjilbab datang. Amel menjumpai
wanita tersebut, katanya si wanita itu ingin ketemu suami Amel. “mbak ini teman
kerja suami saya?” wanita itu sempat terdiam sebentar, “bukan”, jawabnya
kemudian. “apa dari keluarga suami saya” tanya Amel penasaran. “bukan” jawabnya
“Apa suami saya mengenal mbak ?” Amel mulai jengkel. Wanita itu
mengeleng-geleng, “lalu!” Amel makin penasaran.
Tiba-tiba si wanita menangi, Air
matanya tak lagi tertahan. Tampaknya, ia seperti kehilangan sesuatu. “mbak
kenapa?” tanya Amel hati-hati tk ada jawaban, suasana pun menjadi agak hening, Cuma
suara tngis yang kian terdengar pilu. Amel menunggu, ia begitu prihati terhadap
wanita yang duduk di depannya itu.
“Saya kecewa” suara wanita itu
tiba-tiba memecahkan keheningan. “kecewa?” tanya Amel tak mengerti, “saya
kecewa dengan mas Adi, kecewa!” lanjut si wanita dengan nada penuh emosi. Pras cantiknya
tetap terlihat walau warna kecewanya kian menyala. “Saya kecewa, kenapa mas Adi
menikah dengan wanita lain” lanjut sang wanita.
“Mas Adi?” tanya Amel dengan mata
terbelalak. Wanita itu Cuma mengangguk pelan. “Maksudmu Mas Adi suami saya ?”
suara Amel mulai meninggi, Si wanita itu tidak menjawab, wajahnya tertunduk
tanganmya tampak sibuk melap Air mata yang ada di pipinya.
Lalu, dari peristiwa-paristiwa
seperti itu menyadarkan Amel satu hal, tidak semua ujian Allah berwujud
kesusahan, kesedihan dan ketidaknyamanan. Kebaikan pun dapat menjadi cobaan
yang tak kalah dahsyat. Bahkan, bisa lebih berat. “Ya Rahman, Ya Rahim. Luruskan
hamba-Mu dalam cobaan ini,” bisik Amel
di setiap doanya di suatu malam.
Senyum memang seperti bunga,
Indah, Harum, dan Mempesona. Ada baiknya meletakkan bunga pada tempatnya. Karna
tak semua hamba tahan Goda.
0 Response to "Senyum Suamiku yang manis sebuah Anugerah yang berujung Fitnah . ."
Post a Comment