Buat para suami !! Syukurilah apa adanya IstriMu jangan kau sesali atau begini akibatnya...




Cinta tak ubahnya seperti iman. Bisa naik, bisa juga turun. Berbeda dengan Iman, Cinta naik karna kasih dan sayang. Dan turun karna kecewa dan benci. Berbahagialah mereka yang sabar merawat kasih dan sayang. Karna Cintanya akan lestari. Dan merugilah mereka yang tersandung kecewa dan benci. Karna bisa jadi, Cintanya akan pupus, dan kemudian mati.

Ungkapan itu terus berputar-putar di kepala Pak Ussop. Kadang menyusup kedalam Muara hatinya yang paling dalam. Pada keadaan itu, idealismenya kembali mantap. “Saya harus mencintai Istri saya. Bagaimanapun dia.” Suara batinnya merayap melalui celah-celah keraguannya sendiri tentang cinta.
Tapi, kadang emosinya berontak. Ia seperti merasa tidak puas. “kenapa saya di jodohkan dengan dia? Padahal, masih ada yang lebih baik dari dia. Lebih cantik, Lebih Cerdas.” Dan segala lebh-lebih lain.
Kegelisahan itu terjadi saat kenyataan hidupsehari-hari membuatnya berpikir ulang tentang idealismenya. Ada kantornya yang baru menikah, Istrinya berjilbab. Dari sang teman, bapak satu anak ini juga dapat kabar kalau istri temannya itu seorang Dokter. Cantik lagi dan yang menarik perhatian Pak Ussop ini, proses pertemuan suami istri itu berlangsung alami. Alias tanpa perantara khusus. “yang penting sama-sama Muslim.” Ucap sang teman waktu itu. Dari teman-teman yang hadir pada resepsi pernikahan itu. Hampir tak seorangpun yang mempersoalkan hal itu. Seperttinya, mereka setuju.

“Kok bisa?” Kritik Pak Ussop tiba-tiba. Ungkapan itu seperti punya bias warna yang beragam. Bisa berarti Kritik. Bisa gugatan. Bisa juga ungkapan penyesalan. Jika Pak Ussop sedang  berada dalam lingkungan Tarbiyahnya (pendidikan), warna pertama dan kedua tersuarakan Pak Ussop. Tapi, jika ia dalam kesendirian, ketika ia mulai membanding-bandingkan, warna yang terakhir lebih dominan. Yah, penyesalan.
Masih teringat kuat saat-saat tiga tahun lalu. waktu itu, Pak Ussop mengungkapkan niat pada seorang temannya yang sangat ia hormati. Ia ingin Menikah. Ia tidak pedulidengan siapa. Yang penting dengan seorang Muslimah pilihan temannya itu. Pak Ussop yakin, tempat temannya menimba ilmu keislaman itu akan memberikan sesuatu yang terbaik. Baik untuk Pak Ussop maupun perkembangan dakwah.
Hari-hari pun berlalu, Pak Ussop bukan lagi seorang lajang. Ia punya amanah yaitu istri, dan kelak anak-anak. Ia gauli istrinya dengan baik. Bahkan, sangat baik. Pak Ussop menganggap kalau istrinya adalah amanah dakwah. Sebenarnya, tidak jarang ia merasa kurang sreg.  Ia menilai istrinya tak seperti yang ia bayangkan. Lembut, Cantik dan perhatian. Semua bayangan ideal itu ia pendam dalam-dalam. Sekali lagi, ini amanah dakwah. Kalau pun terasa sulit, paling tidak ia sudah punya niat untuk itu.
Pernah suatu hari seorang temannya menanyakan sesuatu yang amat pribadi ke Pak Ussop. “gimana, saudaraku. Apa istri dirumah itu sudah menjadi kekasih sejati. Penuh cinta dan Sayang.” Deg. Pak Ussop kaget setengah mati. Cinta?? Bagai anak SD mengerjakan UNBK , Pak Ussop  tidak bisa menjawab sepatah katapun, kepalanya tertunduk ia Cuma diam.

Kenapa ? kenapa tidak bisa menjawab, bukankah Pak Ussop sudahh tahunan beristri. Sudah ratusan hari tinggal serumah. Sudah berputera pula. Bagaimana mungkin seorang suami bisa hidup damai dengan seorang istri yang tidak di cintainya. Apakah mungkin seorang suami tak mencintai istri yang telah sukses melahirkan anak kandungnya. Dan apa bisa seorang mukmin bisa tidak cinta dengan seorang  mukminah yang tiap hari melayaninya, mengurusnya, dan menjaga dirinya. Aneh !!

Aneh? “Memang”,  Pak Ussop dalam hatinya. Ia seperti mengkui kenyataan pahit pada dirinya. Pengakuan ini menjadikan dirinya seperti orang yang tak punya pendirian. Hatinya Gundah, ia sangat bingung jika ada yang mengajukan pertanyaan – pertanyaan seperti itu. Kenapa?  Kenapa kau tak bisa mencintai wanita yang sudah dalam hitungan tahun hidup bersamamu?

Apakah itu karna wajah istrimu yang kurang Cantik ? tidak seperi wajah teman mu yang baru menikah ? Atau karna proses pernikahanmu itu ? Atau adanya ketidakpuasan yang sudah bertumpuk yang tidak di ketahui siapa yang bersalah? Atau karna dirinya sendiri yang memang bermasalah?

Ah, susah untuk di jawab. Pak ussop kembali merenung. Ia mencoba mengenang saat-saat bahagia bersama istrinya. Saat hari-hari pertama berumah tangga, saat berbulan madu keluar kota,  dan saat melihat wajah istrinya usai melahirkan sang bayi. Ia masih ingat betul  bagaimana rona wajah istrinya kala itu. Pucat, tapi memancarkan sinar kebahagiaan yang tak terhingga. Pak Ussop beralih pandang. Matanya seperti sedang memriksa sesuatu dalam tubuhnya. Ia perhatikan baju, celana, dan sepatu yang ia kenakan saat itu. “Masya Allah, beersih, wangi lagi!” suara pak Ussop pelan. “ah, Istriku,” ucap pak Ussop melanjutkan. Ia sadar betul kalu baju, celana, dan sepatu yang ia kenakan saat itu adalah buah kesibukan istrinya di rumah.
Sesaat kenudian pak Ussop menatap Arloji yang melekat di pergelangan tangan kirinya. “bagus, Indah” nilai pak Ussop dalam hati. Kenangannya melayang jauh ke saat ia bertemu dengan harii kelahirannya. “kang, ini hadiah dari saya “ ucap istrinya kala itu. Senyum istrinya tersembnyi di balik wajahnya yang menunduk. Padahal, Pak Ussop sendiri sudah lupa dengann hari kelahirannya itu.

Allahu akbar ! betapa Agungnya kekuasaanMu, ya Allah. Betapa besar nikmatMu, ya Rahman . “entah sudah berapa langkah ak menjauh ya Rabbi ?” suara pak Ussop Lirih. Tiba-tiba tubuh pak Ussop lemas. Pria berusia tiga puluhan ini pun memijat-mijat kaki dan tangannya. Butiran-butiran keringat menitik pelan melalui celah kulit keningnya. Ia seperti mengingat sesuatu.

Pernah suatu kali, seorang sahabat  Rasulullah SAW. Menikah , ia membayangkan betapa indahnya pernikahan. Tapi, ia pun agak kecewa. Rasa tak enak itu muncul ketika ia melihat dengan jelas wajah istrinya. “Ah, kurang cantik !” begitulah kira-kira keluh sang sahabat. Lalu sang istri seperti menangkap sesuatu yang tak beres. Sang istri langsung bersuara, ia membacakan surah An-Nisa ayat 19. “....Dan bergaulah bersama mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karna mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yan banyak.”
Mendengar teguran indah itu, sang sahabat pun tersenyum. Ia minta maaf ke istrinya. Dan berlalulah malam pengantin baru itu seperi biasanya. Apa yang di ucaokan istri sahabat itu ternyata berbuah berkah. Allah SWT menganugrahi mereka seorang anak . dan anak inilah yang kelak menjadi guru besar kota Mekah.

Pak Ussop mengelus-elus dadanya. “Astagfirullah!” ucap pak Ussop tenang. “iman saya sedang turun” lanjut pak Ussop. Ia khawatir menurunnya keimanan dapat mengotori mata hatinya. Jika itu memang terjadi, pandangan hatinya akan buram. Timbangan nuraninya pun akan pincang . sesuatu baik jadi buruk. Dan justru yang ia Cintai malah di bencinya. Cinta dan iman memang sulit di pisahkan.

0 Response to "Buat para suami !! Syukurilah apa adanya IstriMu jangan kau sesali atau begini akibatnya..."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Iklan Tengah Artikel 1

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Iklan Tengah Artikel 2

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Iklan Bawah Artikel

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>