Sebuah Jeritan di Ciremai Merubah Hidup Kami



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ini tentang sebuah kisah pengalaman saya pribadi pada saat Lulus Sekolah Menengah Atas kira-kira 3 tahun yang lalu. Bercerita tentang sekumpulan manusia yang akan memulai mencari jati diri nya masing-masing.  yah, kami yang beranggotakan Sepuluh orang berniat mendaki salah satu gunung tertinggi di Jawa Barat Gunung Ciremai, yang terkenal cukup angker dan kuat aura Mistisnya namun hal itu tak membuat kami takut malah hal itu kami jadikan sebuah Hadiah Kelulusan yang mungkin tak akan terlupakan.
Seminggu sebelum keberangkatan...
Saya Bayu Aruna, sama sekali belum terdaftar kan namanya untuk mendaki Gunung tersebut karna takut tidak dapat ijin dari orang tua, jadi saya hanya ikut-ikutan membantu perlengkapan untuk pendakian teman-teman ku, sekalian ku perkenalkan Adi, Agung, Dede, Dede(komeng) , Siti Juleha(jule), Riska, Saeful Angwar(aang), Lia, terakhir Abdul Azis namun sayang sebelum keberangkatan ia mengalami kecelakaan dan tidak memungkinkan untuk ikut jadi kami bersembilann memutuskan berangkat tanpanya. Akhirnya sampai lah pada malam sebelum keberangkatan dan sayapun baru mempunyai ijin untuk ikut, lalu dengan sedikit pertimbangan saya pun memutuskan untuk ikut.

Tanggal 25 Mei 2014..

Hari minggu yang cukup cerah melepas kepergian kami bersembilan menuju puncak tertinggi Di Jawa Barat, nampak jelas sekali wajah-wajah bahagia teman-teman ku yang terasa hangat walaupun ada teman yang baru kami kenal saat itu (lia dan riska) tak ada kecanggungan di antara kami sedikitpun. Kami seperti sebuah keluarga kecil yang baru di bentuk namun memiliki ikatan yang terikat cukup lama. Pukul 08.00 kami sampai di base camp jalu linggarjati untuk pendaftran dan meminta ijin pendakian, sambil menunggu komeng yang sedang  meminta ijin, kami mengechek kembali logistik yang akan di bawa sampai puncak sana. Setelah semuanya selesai akhirnya kamipun berangkat.

Pos Pendaftaran – Pos Cibunar ( +- 1 jam  ) 750 mdpl

Perjalanan pertama kita berjalan di atas aspal yang masih landai dan berujung dengan sebuah tanjakan curam yang menguras tenaga, namun tidak di sangka Dede yang bertubuh tinggi besar sudah mulai kelelahan kamipun memutuskan untuk beristrahat sejenak guna memulihkan kembali stamina terutama untuk Dede. Dan pukul 9.15 kami sampai di Pos pertama Cibunar, disana kami di persilahkan untuk mengambil air secukupnya untuk keperluan selama di atas. Perlu diingat jika kalian ingin mendaki melewati jalur Linggarjati perbanyaklah membawa Air karna Air hanya di dapat di Pos Cibunar.

Pos Cibunar – Pos Leuweng Datar (+-30 menit ) 1225 mdpl

Di sini kami mulai merasa takjub dengan keindahan alam Kuningan ini di sepanjang perjalanan menuju Leuweng datar kami di suguhi hamparan ladang dan Hutan Pinus, dan kami banyak mengmbil foto karna spot untuk berfotonya cukup menarik. Dan tak terasa kami sudah sampai di Leuweng Datar.

Pos Leuweng Datar – Pos Kondang Amis (+- 30 menit) 1250mdpl

Setelah bersantai cukup lama sambil menikmati sekitaran pos Leuweng datar, kami melanjutkan menuju Pos kondang Amis tak memakan waktu lama hanya sekitaran 30 menit sama halnya dengan tdi namun beda pemandangan saja,  di sini terdapat lahan yang cukup luas sehingga dapat mendirikan tenda dalam skala yang banyak, namun disini pendaki jarang mendirikan tenda karna masih terlalu awal, paling jikalau ada yang mendirikan tendapun hanya mereka yang sedang turun Gunung dan kemalaman. “hey, apa kalian menyadarinya kita semakin masuk hutan ?” tanya Dede. Semua terdiam di lanjut gelak tawa “memang kau pikir masuk pasar de?” celetuk aang. Aku hanya sedikit mengangkat kepalaku dari pangkuan Adi lalu kembali tiduran. “semangat, semangat ayo ini belum seberapa masih banyak peualangan yang menunggu kita”.sorak komeng (memang dialah yang kami anggap pemimpin karna pengalamannya sudah bulak balik naik Gunung tersebut. Agung dan Lia di temani Jule langsung bereaksi mendengar ucapan sang pemimpin dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Pos Kondang Amis – Pos Kuburan Kuda (+- 1 jam ) 1650 mdpl

Semuanya bergerak dengan penuh semangat namun Cuma Dede saja yang terlihat sangat kelelahan “bay, bisa toloong bawakan tas saya?”ucap Dede dari barisan depan yang kala itu saya berada paling belakang, dengan sedikit menggerutu saya menganggukan kepala. (di benak saya mungkin tubuhnya saja sudah berat apalagi bawa tas seberat ini,yasudahlah asal aku masih  kuat tak apa) tak lama kemudian Lia yang juga bertubuh cukup subur mengalami kelelahan, dan akhirnya pemimpin kami yang adilnya telat itu memberikan saran untuk membagi beban yang di bawa berdasarkan kekuatan masing-masing, dan Alhasil saya, Adi, Komeng dan Agung membawa yang paling banyak yaitu tiga tas sekaligus. Dan pukul 12.04 kami berhasil mencapai Pos Kuburan Kuda yang katanya angker itu, lalu kami bergantian untuk melaksanakan Solat dhuhur sambil istrahat dan makan siang.”masih kuat de? Kamu gimana Ia? Tenang nanti pas turun ada gondola jadi enak ,,” ucap komeng menghibur mereka.

Pos Kuburan kuda – Pos Pengalap (+- 1 jam) 1650 mdpl

Perjalanan kami lanjutkann setelah beristrahat yang cukup, di pos menuju pengalap ini kami mulai menemukan trek-trek yang cukup menantang , malah entah mengapa jiwa saya pun tertarik dan jadi bersemangat saat meliahat pohon tumbang dan akar-akar alami membentuk jalanan terjal yang menjulang keatas mirip di film-film Tarzan, tanpa pikir panjang dan bebann yang saya bawa, saya berlari menuju akar-akar tersebut dan meloncat-loncat di susul Agung dan Aang yang juga kegirangan kami bertiga malah memutuskan untuk balapan sampai ke atas dan apa yang kami dapat kami kehilangan tim yang di belakang, lucunya kami bertiga justru senyum-senyum ga jelas di tengah hutan malah mengmbil foto-foto padahal saya yakin dalam hatinya ada perasaan takut yang luar biasa, “kita tunggu di Pengalap saja lah bay gung !” ucap aang. “ya, sekalian buat tenda”tambah Agung. Sesampainya di Pengalap ternyata banyak pendaki yang  sudah mendirikan tenda disana ( memang disini lah tempat paling ideal mendirikan tenda karna di trek selanjutnya akan sangat terjal dan tidak memungkinkan membawa beban banyak ) “oi,oi tendanya mana ?” tanyaku, kami bertiga saling tatap dan ternyata semua tenda ada di tim yang kami tinggalkan. Sekitar jam setengah 3 mereka baru sampai di pengalap, sambi menunggu mereka beristirahat kami bertiga mendirikan tenda semampu kami dan berakhir dengan pertolongan yang katanya anak Pramuka Adi “awas,awas begini ajah lama” ucapnya, saya pikir alhamdulillah ga sia-sia nih bocah ikut Pramuka hahha. Setelah semuanya beres, Sholat, Makan dan Beristirahat. Dengan posisi tenda yang saling berhadap-hadapan yang terbagi menjadi 3 satu untuk cewe Jule, Lia, Riska satu untuk saya, Adi, Agung, dan Komeng dan satunya lagi untuk Dede dan Aang. Kami bercerita selama perjalanan tadi sampai kemari dan sedikit- dikit menggoda Dede “badan ajah Gede tapi tenaga cemen” ucap Agung dan di lanjutkan dengan gelak tawa. Tak terasa kami bercakap-cakap dan mengambil gambar, waktu menunjukan pukul 17.36 sebentar lagi Maghrib. “cepat ambil wudhu dan sebisa mungkin jangan mubazir Air”ucap Komeng. Memang sih Air adalah hal utama buat kami, satu per satu dari kami bergantian mengambil wudhu guna membersihkan najis dan bersiap untuk Sholat Magrib, selepas Sholat Maghrib Kami Makan lagi dengan ala kadarnya tentunya Mie instan yang jadi favorit di campur Oreg tempe kering dan sedikit nasi yang di bawa Jule dari Rumah (Oreg tempe kering makanan yang tidak cepat basi dan semakin lama semakin nikmat ketika di makan apalagi di gunung yang minim akan makanan). Suasana mulai terasa mencekam dan bnayak terdengar suara-suara alam dan binatang peghibur malam namun terkadang sangat sepi sampai tak ada suara sedikitpun mirip di camp Belt lah kalau di dunia One piece sih (asal jangan keluar monster ajah  hehe) kami bersembilan pun begitu kadang ramai dengan candaan kadang sepi dan salin pandang karna suasana yang benar-benar gelap dan minim akan cahaya, pukul 19.00 selepas sholat isya dan berfoto-foto bersama kami memuuskan untuk masuk ke dalam tenda masing-masing, melihat para pendaki lain mulai mendaki lagi untuk mengejar Sunrise katanya, tapi menurut ketua kami mending nanti malam saja naiknya karna cukup berbahaya setan sering muncul di jam-jam sekarang katanya. Kami pun akhirnya menurut dan tepat pukul 21.00 kami di persilakan tidur dan tidak boleh yang terbangun lagi harus di paksakan tidur. Aku melihat langit-langit tenda dan berpikir untuk pulang hanya untuk minum air es (angan-angan ku cukup ngaco ), perlahan suara-suara binatang yang saling menyahut pun berhenti untuk beberapa saat, malah gemuruh Angin yang cukup besar datang dari arah sebelah kanan ku, yang pada saat itu aku berada di tenda sebelah kanan dan tiga teman ku telah tertidur pulas, aku hanya bisa terdiam setelah kejadian itu, waktu terasa begitu lama sampai suara detak jam tangan Agung pun terdengar oleh ku, sekuat tenaga ku paksa untuk memejamkan mata namun hasilnya nihil, entah perasaanku atau memang benar tiba-tiba tenda yang ku tempati seperti di kepung oleh sekelompok orang dan seperti sedang bercakap-cakap untuk manangkapku, Hatiku gelisah,gundah tak karuan entah apa yang ada di pikiranku, hanya bayangan keluarga dan teman-temanku disini bagaimana nasibnya jika benar yang di luar itu setan atau hantu. Aku mulai memejamkan mata kembali dan mananyakan kelubuk hati ku yang paling dalam “kesalahan apa yang telah ku perbuat?” berulang-ulang kuucapkan dalam hati. Bukan jawaban yang kudapat malah sebuah yang melebihi dari sebuah jawaban, “untuk apa kau takut ? kau tak melakukan apapun terhadap mereka, bukankah manusia di ciptakan untuk menjadi Kholifah di muka bumi ini ? lalu mengapa kau lupakan Allah yang senantiasa akan menolongmu?” entah suara siapa itu yang bergeming di telingaku dan pikiran ku juga langsung tertuju pada pelajaran Agama yang mengajarkan jangan pernah menganggap ada kekuatan yang melebihi Allah subhanallahu wa ta’ala, seketika tingkat keberanian ku pun memuncak kalau di ibaratkan sih kaya Naruto pas Mode Kyuubi hehe.. seketika itu pun mahluk-mahluk abstrak itu pun pergi entah kemana, disitulah aku mulai merasa ternyata segala kekuatan ada pada sebuah keyakinan. Tanpa sadar aku pun tertidur .

Pos Pengalap – Pos tanjakan Seruni (+- 1,5 jam )1825 mdpl

Pukul 02.30 alarm kami pun berbunyi yah itu pun sudah beberapa kali di tunda padahal tujuan awal kami berangkat pukul 02.00, kami langsung menyiapkan logistik dan memilah barang-barang yang penting dan mudah di bawa karna menurut ketua kami selanjutnya jalan akan mulai terjal dan berbahaya jika membawa barang yang berlebihan cukup membawa satu tas saja dan di bawa bergantian. Kami menerima pendapatnya itu dan memang masuk akal juga, “hey, kaki ku tidak bisa di gerakkan dan kayanya udah ga sanggup jalan lagi” ucap Lia. Semuanya terdiam lalu menanyakan apa yang terjadi “ia, kamu ga papa” tanya Riska, “pakai miinyak angin ya biar anget”tambah Jule. “kayanya dia kena Hipotermia”ucap Adi (Hipotermia : kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu, kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin) “yasudah, kalian berangkat lah duluan biarkan aku saja yang menjaga Lia, nanti kami menyusul” ucap ketua kami. Dengan hati yang penuh kebimbangan kami memutuskan untuk berangkat tanpa Lia dan Komeng. Dan saat itu juga kepemimpinan di limpahkan pada Adi, tanjakan seruni sesuai Namanya Seru Ni memang berupa tanjakan-tanjakan terjal bebatuan, dan cukup berbahaya di tambah jarak pandang kami yang kurang dan hawa dingin yang mulai menusuk jaket kami dan menyentuh kulit kami, tibalah kami di Pos tanjakan Seruni dengan waktu yang cukup lama karna terlalu banyak istirahat demi keselamatan.  Dengan keadaan gelap gulita hanya saling pandang saja yang dapat kami lakukan guna menghemat energi dan menghitung jumlah kami waktu telah menunjukan pukul 03.33 “tak ada waktu lagi bisa gagal dapat Sun Rise” ucap aang. “boleh minta air satu botol? Lalu tinggalkan saja aku disini, aku sudah tak sanggup lagi” ucap dede di belakangku. Dalam benak ku ada apa lagi ini ? “kita bisa menunggu mu sedikit lebih lama lagi koq de?” ucap Adi dan di barengi anggukan kami semua, “tak apa, tinggalkan saja asal beri aku satu botol air nanti ku susul” balasnya. Persahabatan kami benar-benar di uji kala itu ditengah malam yang sunyi dan menanti mentari yang tak kunjung datang, setelah memikirkannya matang-matang akhirnya kami pun meninggalkan Dede seorang Diri bukannya masalah selesai tapi malam itu masalah justru datang bertubi-tubi. Entah keteledoran kami atauu mungkin kesialan kami malam itu, ternyata tas yang  kami bawa tertukar dengan tas yang sudah  terisi Logistik yang sudah Komeng  siapkan tadi malam, kebingungan mulai menimpa kami di tengah gelapnya malam, hati yang gulana, logistik yang sangat minim, di tambah salah satu teman kami yang tak sanggup untuk berjalan, dan berpikir untuk kembali pun sepertinya hal mustahil karna medan untuk turun jauh berbahaya jika di lewati pada malam hari. Akhirnya dengan dengan sedikit musyawarah, kami membagi persediaan logistik yang tersisa dengan Dede yang akan kami tinggalkan. Dengan sisa Air yang tinggal satu botol kami bagi 2 setengah untuk kami ber enam dan setengah lagi untuk Dede, Kami pun menuju Pos Bapa Tere.

Pos Bapa Tere – Pos Batu Lingga (+- 1 jam ) 2200 mdpl

 Akhirnya sampai juga di Pos Bapa Tere, kami tak menyangka ternyata trek nya benar-benar kejam karna kemiringan treknya sangat miring. Kami berenam sempat berpikir ada baiknya juga Dede tinggal...heheh maaf de. Dan sampailah di Pos Batu Lingga, di pos ini mungkin tempat peristarahatan kami yang tercepat karna sang mentari sebentar lagi akan kembali dari belahan bumi yang lain. Di tambah hawa yang semakin pagi malah semakin dingin jadi kami putuskan uuntuk terus bergerak menghindari apa yang telah dialami Lia.

Pos Batu Lingga – Pos Sangga Buana 1 dan 2 ( 2 jam ) 2500 mdpl

Trek yang satu ini adalah yang terpanjang menurut kami, di tambah bergulat dengan kabut yang mulai tebal, hanya candaan yang dapat kami lakukan untuk menghibur diri kami yang tinggal bermodalkan nyali, tekad dan keyakinan kalau kami bisa mencapai puncak. Jalur yang cukup terjal juga kami mengalaminya disini bahkan banyak sekali bebatuan yang tajam-tajam membuat kami agar berhati-hati dalam melangkah. Dan perlu kalian tahu, disini akan banyak sekali suara-suara penyemangat “puncak tinggal 30 menit lagi..” dari arah kejauhan di depan sana dari pendaki yang sudah duluan di atas sana, berulang-ulang suara itu terdengar jangan pernah sekalipun mempercayainya itu adalah hal terHoax yang telah kami dengar karna kenyataan nya puncak masih sangat jauh, tapi ada untungnya dengan suara-suara itu menandakan disana ada kehidupan lain selain kami berenam..hehe jujur saja saya Pribadi mulai ketakutan melihat keadaan kami dan takut apa bisa kami pulang selamat ?, dan Dede yang masih belum tahu kabarnya dimana. Akhirnya sampai di Sangga buana 2, Sangga Buana 1 kami lewat karna berencana beristirahat disini. Waktu telah menunjukan 07.00 harapan Sunrise pun sirna, “gua duluan ya,,”ucap aang sambil tersenyum dan meninggalkan kami yang sedang kelelahan, tak ada yang mengucapakan sepatah katapun dari  kami mungkin efek kelelahan. Tinggalah kami berlima Adi, Agung, Saya, Jule, dan Riska semuanya hanya terduduk dan terlihat wajah-wajah kekhawatiran di antara mereka, yang ku tebak sih mungkin mereka takut tak bisa bertemu dengan teman-teman yang lainnya sama halnya dengan yang ku pikirkan.



Pos Sangga Buana – Pos Pengasinan (45 menit) 2800 mdpl

Pukul 07.45 kami memutuskan perjalanan menuju Pos pengasinan, dan kami bersyukur tak membutuhkan waktu banyak untuk mencapai Pos Pengasinan hanya kabut saja yang menjadi halangan dalam perjalanan kami saat itu. Sampailah di pos Pengasinan sebuah lahan datar yang cukup Luas dan bisa menampung Banyak tenda  terlihat juga pendaki lain mendirikan tenda di sekitaran pos tersebut hanya saja tidak ada pepohonan yang menutupi  atau vegetasi yang rimbun sudah tidak ada jadi sangat rawan terkena badai atau angin Gunung jadi disini tidak di anjurkan untuk membua tenda atau pun bermalam.”hoiiii ..siniiiiii”terdengar suara dari kejauhan ternyata aang yang telahh sampai duluan di pengasinan dan menunggu kami sepertinya. “alhamdulillah satu orang telah berkumpul kembali”dalam benakku. Dari sini mulai terlihat hamparan Edelweis yang luas bunga Keabadian seperti kisah Cinta kita eeeahhh hehehe. Namun sayang ada larangan untuk tidak mengambil bunga tersebut.  

Pos Pengasinan – Puncak Ciremai (30 menit) 3078 mdpl

Akhirnya tujuan kami tinggal satu langkah lagi, Puncak Ciremai di depan mata. Entah dari mana datangnya semangat yang begitu membara menghampiri kami berenam, kami berlari menuju puncak tertinggi di Jawa Barat tersebut “tinggal selangkah lagi,SEMANGAT !!!” ucap Jule yang memang dia lah yang dari awal merencanakan untuk mendaki Gunung tertinggi di jawa Barat ini. Hanya Riska saja yang dari awal yang jarang berbicara karna memang perawakannya yang terlihat pendiam dan pemalu hanya gerakan-gerakan isyarat saja yang ia berikan hehehe. Pukul 09.25 kami sampai di Puncak Tertinggi di Jawa Barat Puncak Ciremai 3078 mdpl. Sungguh pemandangan ysang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, semacam sihir atau apa seketika rasa lapar, haus, lelah, hilang begitu saja hanya kagum dan ucapan syukur yang kami lakukan kala itu. Sungguh indah Ciptaan-Mu Tuhan, kami pun menyadari ternyata kami begitu kecil di hadapanmu Tuhan. Sekitar 45 mennit kami berada di Puncak mengambil foto dan mengobrol-ngobrol bersama. “oi, Dede kemana ya ?”tanyaku. Tak ada satu pun yang menjawab malah suasana hangat yang tadi terasa hilang begitu saja. “bay, jangankan Dede, kita turunpun masih belum tentu” ucap Agung. Yah, memang saat itu logistik kita sudah habis total. Tersisa air dalam botol yang jika di masukan gelas hanya cukup satu gelas. Masalah kami datang lagi.










Puncak Ciremai – Pulang ke Rumah

Baru 15 menit kami turun terlihat dede bersama rombongan pendaki lain, hal yang cukup menggembirakan untuk kami saat itu. “de, kamu gapapa?”tanya Adi “alhamdulillah”jawabnya. “yasudah buru de ke atas lihat puncak gih,!” seru aang “engga ah, ayo pulang saja kita turun sekarang” jawabnya sambil tersenyum. Kami kebingungan dengan sikapnya itu, dan akhirnya kami turun tanpa Dede yang sampai Puncak, kami berlari-larian macam ninja-ninja Konoha sedang menjalankan Misi bedanya kami sih sedang mencari sesuatu untuk di makan hehe. “andai komeng sama Lia datang ya sambil bawa makanan sama minuman” ucap Agung. Semua menjawab “bener juga ya kita masih ada harapan” kata-kata itu belum hilang dari benak kami tiba-tiba saja Adi menghidupkan Hp nya. Lalu berbunyilah tanda sebuah pesan masuk “kami pulang duluan kawan-kawan” dilihat pengirimnya Komeng dan waktunya kira-kira setelah shubuh. Bagai sebuah gubug di hantam Angin, sebuah harapan satu-satunya enyah begitu saja. Kami memutuskan beristrahat karna tubuh kami mulai kehilangan cairan . “gue duluan ajah ya , takut barang-barang di tenda hilang” seperti biasa aang mulai meninggalkan kami lagi. Dia pergi sendiri tanpa sepatah dua patah pun dari kami. Setelah cukup lama beristirahat, kami  mulai melanjutkan perjalanan menuju tenda di Pos Pengalap. Dan sialnya saya dan Jule terpisah dengan rombongan Adi, Agung, Riska dan Dede. Saya dan Jule lebih dulu dari mereka dan sampai ke tenda untuk mencari makanan dan makanan namun apa yang di pikirkan hilang setelah melihat aang tengah tidur dengan headset di telinganya. “ang air yang disini mana yang banyak?”tanya Jule. “habis , di pake memasak Mie”jawabnya tanpa dosa. Memang awalnya saya dan Jule berniat mengambil Air dan kembali lagi ke atas untuk memberikanya pada Adi dkk. Namun airnya telah hilang di pake Aang, namun tak lama kemudian rombongan Adi dkk datang dengan keadaan Adi yang hidungnya mimisan dan bibirnya sangat kering, dan hal serupa terjadi pada Agung, Dede dan Riska. Kami langsung membagi makanan kami seadanya sambil menunggu tenaga kami pulih, tepat jam 14.00 kami memutuskan untuk turun Gunung walaupun disarankan untuk bermalam satu malam lagi. Setelah melihat keadaan cukup membaik dan packing tenda dan barang-barang telah selesai  kami otw pulang. Keadaan justru semakin memburuk, tubuh kami pun mulai tak bisa menerima informasi dengan baik dari otak, khayalan-khayalan tentang kenikmatan dunia saja yang ada di benak kami “sepertinya ada Alfa mart tuh di depan..”ucap Agung, entah apa yang ada di pikiranya ada Alfamart di tengah-tengah Gunung. Semuanya berkhayal “jika ada yang jual sebotol air seharga seratus ribu pun aku beli sekarang”ucap dede. “jika melihat setumpuk emas dan satu dus air minum dan di suruh memilih salah satu, sudah jelas ku pilih satu dus air mineral itu”ucap Adi. “sungguh Lucu ya, kita punya uang, barang-barang mewah hp,kamera, dan peralatan mendaki yang harganya cukup mahal tapi semua itu tak ada satu pun yang bisa di makan.”ucapku. jadi teringat Sanji dan kakek Baratie yang ga bisa makan padahal harta karun sekarung yang terdampar di sebuah pulau. “lihat ada air”seru Agung, kami semua melihat ke arah Agung dan ternyata memang ada sebuah genangan Air  di atas sebuah Terpal bekas sebuah tenda yang terlihat sudah cukup lama karna banyak lumut dan jentik-jentik nyamuk di dalamnya, tapi mereka semua meminumnya hanya aku dan Adi yang tak meminumnya, kami berdua malah mencari rotan air bukannya air yang kami dapat malah getah yang kami minum, lalu kami memcari tumbuhan-tumbuhan kecil yang berembun memang sih ada air yang keluar saat di peras namun rasanya pahit. Berkat pengalaman Adi dari pramuka akhirnya kami bisa minum walaupun air yang kami minum lebih parah dari jamu dan bau tanah yang menyengat. Setelah pengalaman buruk kami itu dengan minum seadanya kami mulai berlari lagi turun Gunung, tak terasa hari mulai sore mentari pun seperti memberikan sinyalnya agar bersiap menyiapkan diri mengahadapi gelapnya malam. Malam pun datang dengan semilir angin yang cukup kencang, sialnya hal yang tak di duga datang “HUJAN” kau tahu, kau datang di saat yang tidak tepat.  Seketika hujan cukup deras untuk beberapa saat dan terus diiringi dengan gerimis yang tak kunjung berhrnti sampai kami mencapai pos pertama Cibunar. Jalanan yang licin membuat trek yang kami lalui cukup berbahaya sampai Dede terjatuh beberapa kali, memang kami saat itu tidak keahausan karna untuk minum kita cukup menganga saj ke atas tapi trek yang licin justru membuat rombongan kami terbagi menjadi dua lagi. Saya, Adi, Agung dan Riska dan satunya Aang, Dede, Jule yang tertinggal di belakang. Kami berempat yang duluan berpikir untuk menunggunya di Cibunar. Namun tiba-tiba “bisa istirahat sebentar”ucap Riska yang sejak awal jarang sekali berbicara, “boleh”ucap kami. Dan benar saja tubuh Riska sudah tak sanggup lagi untuk di gerakan, aku dan agung kebingungan melihat Riska yang sedang terbaring di pangkuan Adi. Entah apa yang harus kami lakukan saat itu, menggendong nya hal yang mustahil karna kanan kiri kami tepi jurang di tambah jalan yang licin, malah mungkin akan membahayakan bagi kami jika memaksa untuk berjalan. Tiba-tiba saja ada pendaki lain yang lewat dan memberi kami minyak Angin, lalu Adi mengoleskan Minyakk tersebut pada Tubuh Riska dan tak butuh waktu lama Riska kembali bangkit dan memaksakan berjalan walaupun dengan tertatih-tatih, sekitar 30 menit kami berjalan sampai lah di Pos Cibunar dan di susul dengan rombongan Jule. Disana kami seperti kerasukan setan, kami memesan makan dan minuman yang cukup banyak saat itu karna memang rasanya makan dan minum sudah menjadi hal yang asing bagi kami kala itu. Sampai membuat si penjaga warung keheranan hehehe dan tak lama kemudian Komeng datang membawa mobil menjemput kami bertujuh.

Ciremai, 27 Mei 2014 kami pulang kerumah masing dengan selamat dan dengan pengalaman yang tak akan mungkin kami lupakan begitu saja. Terima kasih tuhan, terima kasih Ciremai kau telah berikan kami arti dari kehidupan dan persahabatan.

0 Response to "Sebuah Jeritan di Ciremai Merubah Hidup Kami"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Iklan Tengah Artikel 1

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Iklan Tengah Artikel 2

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Iklan Bawah Artikel

<script data-ad-client="ca-pub-6931901706804628" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>